Teens ChocoCandy
Sabtu, 07 April 2018
Berhenti berharap pada manusia!
Kala gundah tak berujung memukul peluh
Bolehkah aku berhenti mencintaimu?
Saat tak ada rasa berharap padamu, pada manusia
Bolehkah aku berhenti mencintaimu?
Yang aku rasa, air mata telah mengering meski kecewa menggali kuburnya sendiri
Bolehkah aku berhenti mencintaimu?
Meski sempat terpikirkan untuk mengalihkan pikiran itu pada pandangan lain
Bolehkah aku berhenti mencintaimu?
=6-7 April 2018. Kecewa terberat padamu yang PHP=
Selasa, 16 Januari 2018
JANUARI INI -My Confusing-
Aku paham, bahwa kenangan yang hadir bagai hujan deras itu akan sulit dilupakan.
Aku kini seperti gadis tak berayah. Memilih cinta yang tulus dari tiap-tiap orang yang tak aku ketahui. Aku paham bahwa pernikahan bukanlah hal mudah. Apalagi jika menanam pemikiran, siapa cepat dia hebat. Aku yang menurutku kini seperti memburu seseorang untuk menikah. Ketika Allah menghadapkan aku pada seseorang yang benar-benar siap untuk itu, aku malah menghindarinya. Aku hanya memikirkan perasaanku. Aku hanya menjunjung tinggi fisik dan umur tanpa aku lihat ke-sholeh-an dari laki-laki lain itu. Dan aku terlalu memikirkan perasaan dia yang sudah lama ada di kehidupanku. Iya, Ramdan.
Entah kapan aku harus menunggunya siap. Walau sebenarnya aku juga belum sepenuhnya siap. Tetapi menurutku, kesiapan akan hadir jika memang sudah dihadapkan pada momen-momen itu. Pun kedewasaan. Meski aku dan Ramdan hanya terpaut satu tahun enam bulan, tapi tetap saja, kadang aku menganggapnya seorang yang dewasa dan tidak emosional. Sedang dia yang baru? Aku tahu, umurku dengannya terpaut sepuluh tahun. Tetapi, mungkin dia jauh lebih dewasa di banding aku atau Ramdan. Mungkin dia lebih siap akan materi untuk pernikahan. Mungkin dia lebih matang secara mental dalam membangun sebuah keluarga. Dannn.. Kemungkinan-kemungkinan lainnya yang aku sendiri belum tahu, apa itu bisa di buktikan atau tidak?!
Hhh~ please! Don't talk to me about marriage! Well done baby, i'm too nausea you know.
Aku seorang dibuat bertanya pada diriku sendiri. Apa aku belum pantas untuk menikah? Bukan. Apa orang tua Ramdan tidak menginginkan aku? Sampai kapan dia gantung aku di ujung perjalanan hubungan kita?
Aku ingin seperti wanita lain yang ada di sekitarku. Jalan-jalan dengan kekasih halal, bergandengan tangan yang menggugurkan dosa, satu rumah dengan pacar halal dan menikmati tiap liku kehidupan rumah tangga. Meski pernikahan bukanlah hanya kebahagiaan. Tapi menurutku, kebahagiaan yang berawal dari pernikahan adalah yang sejati.
Kalau sudah seperti ini, apa yang harus aku ambil? Jalan seperti apa yang harus aku pilih? Bukankah Allah menyuruh hamba-Nya menyegerakan menikah jika sudah siap? Dan di sisi lain, aku terpikirkan akan kata-kata keluargaku soal "menikah tanpa cinta, rasanya akan hambar". Tetapi ayahku bilang soal pepatah Jawa yang mengatakan "witing tresno jalaran soko kulino"-cmiiw-
So, give me Your choise ya Rabb..
Sabtu, 07 Oktober 2017
Esai untuk Beasiswa Baituzzakah Pertamina
Selasa, 13 Desember 2016
Entahlah~
Satu hal yang ku takutkan dalam kehidupan ini, KESENDIRIAN.
Aku bukan siapa-siapa jika hanya seorang diri. Aku bukan apa-apa jika hanya seorang diri. Dan aku tak akan bisa melakukan apapun jika hanya seorang diri.
Tapi kini, apa? Aku merasa sendiri ditengah keramaian. Keriuhan, kegaduhan dari urusan tiap manusia yang begitu membelit pikiran. Aku takut. Aku takut sendiri. Namun bila tak ada seorang pun yang ingin didekatku, menemani hari-hari sepiku, lalu aku bisa apa? Aku hanya bisa menjerit dalam hati. Jerit ketakutan akan berdiri sendiri tanpa kehangatan hati orang lain.
Aku hanya butuh seorang teman, Tuhan. Aku hanya butuh seorang. Tak lebih. Aku ingin sahabat.
Mungkin jeritanku seperti jeritan seorang anak remaja yang baru tumbuh dan menjelma menjadi sesosok "anak alay"? Aku tak peduli apa katamu. Tapi aku sudah bertahun-tahun meminta ini dari-Mu, Tuhan. Aku tahu, menemukan seseorang tak semudah menemukan ribuan orang. Karena seseorang yang spesial itu takkan hanya menjadi seorang yang biasa.
Aku menantikan kehadiranmu, sahabat. Kemarilah secepatnya. Nyawaku sudah sekarat menunggu pelukan erat seorang sahabat dari surga.
Sahabat. Aku tak mau sendiri lagi.
Jumat, 25 november 2016
-Diatap penuh arti dan kesendirian
Minggu, 16 Oktober 2016
Daily Diary
Ini kisah kita dihari ini. Meretas kesedihan dan kesakitan yang menumpuk dalam dada kita. Kecewa pun tak luput dari kejaran hati yang memberontak tanpa pernah tau, sekuat apa kita bertahan. Rindu yang seketika itu sirna entah kemana ia bermuara. Semua hanya karena satu kata. Dan tiap tetes air mata yang tumpah, mencoba mengusir rasa-rasa itu, semoga tak berujung pada gelapnya warna kebencian.
Ini kisah kecil dari ribuan yang lain. Benda penghibur duka yang mampu membuatku tersenyum dan mengingatkan, aku milikmu, kau milikku. Dan saat itu, aku telah menjelma menjadi sesosok bocah kecil yang menangis di hadapanmu. Tak ada yang salah. Namun takdir yang mencoba memisahkan hati-hati kecil kita. Ya, kau dan aku.