Selasa, 16 Januari 2018

JANUARI INI -My Confusing-

Membangun sebuah ruang yang sulit? Kau tau, itu apa? Ya, ruang cinta. Untuk seseorang yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.
Aku paham, bahwa kenangan yang hadir bagai hujan deras itu akan sulit dilupakan.

Aku kini seperti gadis tak berayah. Memilih cinta yang tulus dari tiap-tiap orang yang tak aku ketahui. Aku paham bahwa pernikahan bukanlah hal mudah. Apalagi jika menanam pemikiran, siapa cepat dia hebat. Aku yang menurutku kini seperti memburu seseorang untuk menikah. Ketika Allah menghadapkan aku pada seseorang yang benar-benar siap untuk itu, aku malah menghindarinya. Aku hanya memikirkan perasaanku. Aku hanya menjunjung tinggi fisik dan umur tanpa aku lihat ke-sholeh-an dari laki-laki lain itu. Dan aku terlalu memikirkan perasaan dia yang sudah lama ada di kehidupanku. Iya, Ramdan.
Entah kapan aku harus menunggunya siap. Walau sebenarnya aku juga belum sepenuhnya siap. Tetapi menurutku, kesiapan akan hadir jika memang sudah dihadapkan pada momen-momen itu. Pun kedewasaan. Meski aku dan Ramdan hanya terpaut satu tahun enam bulan, tapi tetap saja, kadang aku menganggapnya seorang yang dewasa dan tidak emosional. Sedang dia yang baru? Aku tahu, umurku dengannya terpaut sepuluh tahun. Tetapi, mungkin dia jauh lebih dewasa di banding aku atau Ramdan. Mungkin dia lebih siap akan materi untuk pernikahan. Mungkin dia lebih matang secara mental dalam membangun sebuah keluarga. Dannn.. Kemungkinan-kemungkinan lainnya yang aku sendiri belum tahu, apa itu bisa di buktikan atau tidak?!
Hhh~ please! Don't talk to me about marriage! Well done baby, i'm too nausea you know.
Aku seorang dibuat bertanya pada diriku sendiri. Apa aku belum pantas untuk menikah? Bukan. Apa orang tua Ramdan tidak menginginkan aku? Sampai kapan dia gantung aku di ujung perjalanan hubungan kita?
Aku ingin seperti wanita lain yang ada di sekitarku. Jalan-jalan dengan kekasih halal, bergandengan tangan yang menggugurkan dosa, satu rumah dengan pacar halal dan menikmati tiap liku kehidupan rumah tangga. Meski pernikahan bukanlah hanya kebahagiaan. Tapi menurutku, kebahagiaan yang berawal dari pernikahan adalah yang sejati.
Kalau sudah seperti ini, apa yang harus aku ambil? Jalan seperti apa yang harus aku pilih? Bukankah Allah menyuruh hamba-Nya menyegerakan menikah jika sudah siap? Dan di sisi lain, aku terpikirkan akan kata-kata keluargaku soal "menikah tanpa cinta, rasanya akan hambar". Tetapi ayahku bilang soal pepatah Jawa yang mengatakan "witing tresno jalaran soko kulino"-cmiiw-
So, give me Your choise ya Rabb..