Sabtu, 12 Desember 2015

SATURATION POINT || ChocoCandyGIRL's Note

                Saat seluruh problema kehidupan itu menumpuk di otakku yang hampir pecah karena memikirkannya, apa yang harus aku perbuat selain mengadu hanya pada-Nya? Menyimpannya sendiri dan jika ada waktu, menuliskannya dalam diary atau blogging. Membicarakan dan melepaskannya pada teman? Ha? Apa itu teman? Aku tidak tahu. Yang ku tahu, hidup di dunia ini tidak ada yang namanya “TEMAN”. Semua hanya saling terkoneksi satu sama lain layaknya jaringan partikel-partikel elektron yang ada dalam sebuah benda yang bernama TV.
                Inilah titik kejenuhanku terhadap kehidupan. Titik jenuhku yang mulai terasa pada seluruh aktivitas-aktivitas kehidupanku sehari-hari. Semua bukan berarti aku “bosan hidup dan ingin mati”. Justru aku merasakan ketakutan pada kematian jika aku harus mati saat ini juga. Aku sadar, kematian berjalan sekitar 60KM/jam menghampiri kehidupan manusia. Siap untuk mencabut dan mematikan sel-sel yang ada dalam tubuh manusia.
                Jika kau bertanya, mengapa tiba-tiba aku mengingat kematian? Jawabannya cukup simpel. Hanya karena semalam aku tertidur dan bermimpi mendapati orang-orang terdekatku meninggal. Aku memang tak melihat seorang lelaki asing yang ku sayangi tetapi, itu semua cukup untuk membuatku sadar bahwa kehilangan itu memang sangat-sangat menyakitkan. Di dalam mimpi itu, aku menangis, meratap. Aku memang tak menemukan sosok kedua orang tuaku atau kakekku satu-satunya tetapi, cukuplah dalam mimpi itu dadaku merasa sesak dan mataku memanas karena ingin menangis melihat adikku yang cerdas dan sholehah itu pergi. Aku ingat perkataanku pada adik pertamaku, ines, “Dut, jangan pergi! Kakak gak sanggup kalo harus berjuan sendirian untuk sukses. Kakak gak mampu kalo harus jadi sholehah sendiri tanpa ada bawelan dari ines. Dut, elo cerdas, masa elo Cuma meninggal aja sih?! Katanya mau jadi pengusaha? Ayo, dut, bangun! Kakak masih butuh ajaran MTK dari elo.” Ahh..baper! kenapa aku jadi nangis gini?! Kebayang, perasaan tadi malem kayak apa. Sedih. Astaghfirullah hal ‘adziim.
                Oke. Selesai sesi tangis-menangisnya :) lanjut ke selanjutnya.
                Berbicara tentang pertemanan. Yahh..aku rasa, hingga detik ini pun aku belum memiliki seorang sahabat spesial yang bisa ku ajak kesana-kemari dengan persamaan pemikiran, visi-misi, hobi, perasaan dan pengalaman. Dan yang paling penting, kesamaan untuk berhijrah bersama menuju keridhoan-Nya. BELUM ADA!
                Saat SMK dulu, aku berharap akan menemukan soulmate yang asyik dan bersahaja di lingkungan kuliah nanti. Tapi saat aku kuliah sekarang? Mana? Siapa soulmate itu? Gak ada, ghif. Itu kenapa aku tak mengenal yang namanya “TEMAN”. Padahal, aku sadar, keinginanku tak banyak untuk menemukan seorang sahabat terbaik dalam hidup. Hanya memiliki perasaan, visi-misi, hobi, pemikiran dan pengalaman yang sama sepertiku hingga jiwa kita bisa bersatu. Selain itu, aku menginginkan teman yang berjalan menyusuri lorong kampus menuju masjid hanya untuk melaksanakan sholat dhuha bersama. Di dalam masjid itu, kami membaca Al-Qur’an bersama. Dan saat waktunya mepet karena jadwal matkul yang berdekatan, kami lari dari tangga masjid hingga tangga kelas dan berjalan memasuki kelas yang sudah ada dosennya. Impian seorang sahabat untukku ialah dia yang memiliki kesamaan dalam membaca. Entah membaca novel, komik, atau buku-buku motivasi lainnya karena aku menyukai semuanya. Seorang sahabat yang aku impikan ialah dia yang berusaha untuk menjadi seorang akhwat fillah, aktivis dakwah dan mengajakku untuk masuk kedalamnya, berbaur dengan orang-orang sholeh-sholehah lainnya, seorang sahabat yang tidak ingin aku masuk kedalam organisasi/kegiatan yang tidak ada manfaatnya. Dan seabrek kritria sahabat pada umumnya(tidak ingin melihat sahabatnya menangis, tertawa bersama, berduka bersama, menjalankan aktivitas kuliah bersama, bahkan berlibur bersama, dll).
                Ingin ku katakan pada-Nya, “mencari sahabat dalam keridhoan-Mu itu susah, ya Rabb:’) ”.
                Setiap kali aku mendengar lagu nasyid melayu dari Brothers yang berjudul Teman Sejati, dadaku terasa sesak karena didalam liriknya, itulah simpul kriteria sahabat fillah yang kucari selama ini, aku belum menemukannya. Oke, belum. Sebagai seorang calon pendidik anak bangsa dan anak-anakku kelak, aku harus optimis. Jadi, BELUM.
                Jika aku mengingat relasiku dalam kampus, yaa mungkin belum terlalu banyak aku mengenal mahasiswa lainnya. Makhluk sejenisku ini sangatlah introvert. Hingga ada teman sekelasku yang bertanya dengan sindiran, “Ghif, kamu kok enak ya hidupnya, diem aja, kayak gak banyak beban. Kalo ada apa-apa, cerita aja sama temen lainnya kan, banyak. Jangan di pendem sendiri!” Dan akhirnya, dia mengakui kalau kata-kata awalnya memang benar-benar sindiran terhadap sikapku dikelas. Itulah kenapa aku tidak pernah berharap untuk bisa berjodoh dengan seorang yang introvert. Dan sejauh yang ku tahu, dia, seorang lelaki asing yang sangat ku sayangi karena-Nya adalah seorang yang ekstrovert. Everything we have are completely each others. ILYSM.
                Ngalor-ngidul kemana aja sampe ke dia -_- balik lagi ke topik.
                Belum lama ini, aku dekat dengan dua orang dari kelasku yang bernama Gina dan Veni. Aku rasa, akhir-akhir ini kami seperti tiga sejoli yang kompak dan kemana-mana harus bersama. Hingga kemarin aku menyadari bahwa Veni hanya menginginkan Gina, bukan Ghiffa, aku mulai mundur perlahan. Dan pada hari ini, yang biasanya kami duduk bertiga secara berdekatan, tetapi kali ini tidak. Orang yang pertama kali bertanya dan memintaku untuk duduk bertiga lagi ialah Gina. Entahlah. Ini adalah hal yang ku benci dari pertemanan tiga sejoli! Ini adalah alasan mengapa aku hanya ingin satu sahabat, karena ketiganya tidak akan pernah bersatu secara utuh, pasti saja ada teman yang “paling dekat”. Dan siang menuju sore ini, mereka mengirim SMS padaku, menanyakanku “kenapa?”. Terima kasih. Kalian masih peduli padaku. Pada manusia serba salah yang memiliki masalah yang banyak sepertiku:’)

                Actually, aku sayang sama mereka. Mereka yang baik, yang mau membantuku saat aku terjebak dalam masalah yang ku buat sendiri pada Ibu. Mereka yang baik, yang memberikanku tempat untuk sendiri di kostan Veni, dan disitu aku puas menangisi dan menyesali segalanya. Tetapi ada keganjalan yang menyangkut pada jiwaku tentang mereka, aku belum merasakan perasaan berhijrah bersama. Entahlah,padahal mereka juga dalam proses menuju perubahan. Aku hanya malu jika harus terus menerus menceritakan masalahku sehari-hari pada mereka, sedang Veni?  Hanya mau berbagi masalah pada Gina.  Ahh..! Akulah makhluk yang serba salah dan tak mau bersyukur itu. Iya, itu aku, Ghiffary Amanda Sastre.

Minggu, 30 Agustus 2015

MOKA-KU UPI 2015 || Ini ceritaku, mana ceritamu? || ChocoCandy Ghiffa

HIDUP MAHASISWA!
Bismillah..
Kali ini  gue mau sedikit, bahkan banyak cerita tentang ospek gue yang baru jum’at kemaren beres. Oke, di mulai dari seminggu sebelum ospek, gue ude rajin dateng ke kampus buat ngerjain tugas PKM. Siapa yang tau arti PKM? Cung! Yups, PKM itu singkatan dari Program Kreativitas Mahasiswa. Biasanya sih, kita suka sebut proposal PKM. Yaaa begitulah..
Kata temen-temen baru gue sih, kelompok gue hebat bingidhh..ngerjain tu PKM bisa kumpul sama anggota  dan kerjain bareng-bareng ampe beres. Karena sebagian besar temen-temen baru gue itu berasal dari daerah dan kota-kota yang berbeda, jadi mungkin mereka ngerjainnya Cuma berdiskusi lewat sosmed aja kali yak.. tapi kalo kata gue, yahh..biasa aja sih, gak WAHH banget kelompok gue. Biasa, lahh..standart. yaiya, gimana gak standart, orang kelompok PKM tu terdiri dari 3 anggota, dan 1 lagi ketua. Sedang gue sama kedua kelompok gue itu satu almamater, sama-sama dari smekda alias SMK Negeri 2 Purwakarta tercinteh. Gue jabarin satu-satu. Yang pertama dan jadi ketua adalah Yogi Permana. Berasal dari planet Akuntansi di smekda. Yang kedua itu Heni Anggaraeni yang merupakan semakhluk dari jenis RPL(Rekayasa Perangkat Lunak) 1 dan memang sekelas sama gue waktu SMK dulu. Dan yang terakhir, makhluk asing dari SMA Negeri 3 Purwakarta yang namanya cukup aneh, Arrum Legia Zachrani. Yang bikin gue aneh itu, Legia-nya. Katanya sih, itu karena dia lahir di hari Legi(pertanggalan Jawa) begitu. Entahlah..
Kerjain PKM dari hari rabu, tanggal 19 Agustus 2015 sampe hari Sabtu tanggal 22 juga kagak beres-beres kelompok gue ma! Padahal udah rajin ketemu sama ngediskusiin. Gatau apanya yang salah, gue gak ngerti. Yang pasti lama bingidh proses dan pemilihan temanya, sampe-sampe gue rela ngerjain dan cari bahan-bahan aneh lagi, ngambil dari judul Kristenisasi, tapi masih belom lolos juga di mata anggota dan ketua kelompok gue. Hiraukan!
Hari ahad, 23 Agustus 2015. Gue udah mulai di sibukkan dengan yang namanya TM alias Techical Meeting di Aula Barat kampus, yang biasa di sebut Albar ini, gue telat dateng! Malu-maluin kan?! Hari pertama udah bikin ulah --“ tapi untungnye kagak pa-pa, gue langsung ikut barisan, jadi gue bisa rada kalem dikit(ceilee..).  Daaannn ternyata di TM itu ada pembagian dari benua Asia dan Afrika, gue kebagian benua Afrika, mewakili Negara Mesir, dan gue dapet urutan sektor ke 13. Tanpa di sangka, itulah yang jadi pengalaman pertama gue buat segalanya. Iya. Gue di pilih buat jadi ibu ketua dari sektor 13. Parah kan -_- padahal sebelumnya gue belum pernah punya pengamalan mimpin dan ngetuaiin hal-hal yang cenderung formal kek gitu. Berasa banget bebannya. Pas mentor bilang dan nyebutin ini-itu tentang tugas-tugas gue sebagai ketua, kayaknya sulit. Jadi gini ceritanya. Pas gue sama sektor 13 ude pada ngelingkerin kakak mentor, mentor gue nanya
“siapa yang mau jadi ketua?!”  Gada yang ngacung -_- karena posisi gue deket sama posisi duduknya mentor, jadi yang di tengok gue duluan.
“Siapa yang setuju kalo Ghiffa jadi ketua?!” pada ngacung semua. Terus mentor gue malah nyengir.
“Siapa yang setuju kalo Heni jadi ketua?!” karena gue ngerasa gak sanggup buat jadi ketua, akhirnya gue tunjuk tangan. Tapi ngenes. Gue doing yang angkat tangan. Kan gak lucu :( dan akhirnya FIX, gue yang jadi ketua dari sektor 13. Oke, gapapa.
***
Ini cerita gue yang di mulai dari tanggal 24 Agustus. Tepat saat gue tambah umur yang ke 18th. Gak terasa, tua juga gue sekarang. Gak nyangka, 2th lagi gue bakal 20th(kalo masih dapet jatah umur dari Allah). MasyaAllah..
Oke, karena pas TM kita semua dapet banyak tugas ini-itu dari kakak tingkat, akhirnya pas seninnya gue kembali ke kampus buat ngerjain tugas-tugas itu rame-rame sama anak-anak gue yang banyak itu, yang jumlahnya mencapai 9 orang. Gak mudah emang buat ngumpulin anak segitu. Di suruh dateng jam 7 pagi malah pada ngaret jam set8 sampe jam set9, kan repot. Gue doing yang berusaha tepat waktu. Itu juga karena gue ketua, jadi gue harus nyontohin yang baik ke anak-anak gue. Tapi nihil, kawan :( yaudin, gapapa.
Di hari senin itu, gue lemeeeesss….banget dan ngerasa capek karena lagi puasa qodho. Cuacanya itu Subhanallah banget. Untungnya karena gue ketua, jadi gue bisa rada-rada ngarahin doing, dan akhirnya gue Cuma duduk diem di tempat WiFi kampus buat nungguin mereka beres belanja di toko sana-sini. Alhamdulillah mereka pengertian banget. Loveyou, sektor 13 <3
Gak terasa udah hari selasa lagi, itu artinya kita harus ikut ospek. Ospek UPI tahun ini itu namanya MOKA-KU UPI 2015 yang punya tema "Goreskan Prestasi dengan Pena Pendidikan Indonesia", berasal dari singkatan dari Masa Orientasi Kampus dan Kuliah Umum Universitas Pendidikan Indonesia 2015. Keren gak tuh?! Ahaha
Yaaa gue bangga jadi anak UPI. Walau Cuma UPI yang belum bisa masuk 10 besar daftar universitas terbaik di Indonesia  tapi seenggaknya kampus gue ini merupakan univ negeri yang cukup bergengsi. Liat ke atas mulu mah, kagak puas2. Liat tu ke bawah. Di banding PTS, lebih baik PTN. Siipp lahh.. dan gue lebih bersyukur lagi karena gue masuk UPI itu lewat salur SNMPTN yang ternyata, anak 5 besar di kelas gue aja kagak lolos. Bener-bener, Allah sayang banget sama gue.
Kembali ke topic setelah gue ngalor-ngidul sana-sini. Gomenne, minna-san..
MOKA-KU kali ini masuk jam 5.30, itu artinya gue harus berangkat jam 5 subuh dari rumah. Hari pertama gue di anter sama ayah sampe depan gerbang kampus, dan tidak buat 3 hari kedepannya. Harus masuk jam segitu, keluar rumah jam segitu itu rasanya maleeess…banget, ngantuk. Tapi ini perjuangan, kawan! Liat wajah-wajah ngantuk campur semangat dari temen-temen gue, lucu juga sih.hihi
Hari pertama ini, para MaBa, atau MaRu ini di kejutkan dengan kehadiran tim yang bernama Evalitbang. Evalitbang sendiri merupakan KomDis(Komisi Disiplin) buat ospek kali ini. Iya. Wajah mereka berlima itu serem-serem. Tapi entah kenapa, dari awal gue liat mereka, gue tertarik buat ngikutin jejak-jejak mereka. Apalagi setelah gue tau kalo kakak cantik yang gue ngefans-in itu anak LDK(Lembaga Dakwah Kampus), gue makin kesem-sem buat ikut jadi tim Evalitbang taun depan. Di dukung dengan wajah gue yang jutek-judes manis gitu :v yaaa kata temen gue sih, ituma. Haha
Meski gue tau kalo buat masuk jadi tim Evalitbang itu gak mudah. Mereka orang-orang pilihan yang langsung berada di bawah naungan lembaga kampus. Inget itu, gue jadi mikir, apa mungkin? Hiraukan!
Oke, di lanjut hari kedua, tanggal 25 Agustus 2015. Di hari itu jug ague dapet kado unyu dari makhluk teraneh yang pernah ada, juga menarik perhatian gue buat meniliti sampe sejauh ini. Ramdani. Dia udah dateng jauh-jauh bareng adeknya, Fitria, ke gang kostan temen gue(karena gue ngerjain tugasnya disana). Sebenernya gue mau nolak, Cuma..yaudah. gue tau kok, dia tulus. Meski mungkin tidak menutup kemungkinan kalo seseorang itu baik, punya maksud dan tujuan tersendiri. Hiraukan! Aku gak peduli. Suatu saat kalo dia minta lagi, oke, gue balikin sama douple tapenya. Gue mah gitu orangnya. Hahaha
Oiya, tentang koordinasi angkatan gue, sama sekali kacau. Kita sering di bilangin sama tim Evalitbang buat jaga koordinasi dan kekompakan, tapi ternyata itu gak mudah, kawan. Jumlah dari 2 jurusan, PGSD dan PGPAUD itu ada 212 anak, dan itu tu banyak kepala..jadi mungkin banyak konflik. Ada yang setuju, ada yang nggak, ada yang susah di atur, ada yang berisik sendiri, ada yang maunya ngatur, ada yang iseng sendiri, ada yang rempong sendiri, ada yang gila dan stress sendiri. Ahh, entahlah! Yang gue tau, kita kurang kompak, gaiss.. itu ajasih
Tentang hari ketiga. Gue rasa, kita udah mulai sedikit kompak. Maksud gue, ada perubahan dari hari-hari sebelumnya(yaiyalah..udah keseringan kena marah Evalitbang tiap hari, masak masih gaberubah-ubah juga -_- ). Sampe pas beres ospek jam 5 sore juga, kita langsung pindah ke Supermarket depan kampus buat diskusiin tugas besok, karena kita di tuntut buat bener-bener sama persis, bener-bener kompak. Karena kalo gak kompak dan koordinasi kurang lagi, bisa-bisa MOKA-KU tahun ini di tangguhkan. Kan parah! Terus kalo gitu, capek kita yang udah 3 hari terakhir ini mau di kemanain?! Apa rela di tangguhkan sedang kita udah gak tidur selama 3 hari ini Cuma buat ngerjain tugas-tugas ospek?! Ngenes banget. Karena itulah, kita semua sebagai ketua-ketua sektor berusaha buat ngarahin anak-anak kita untuk keluar kampus(karena di luar acara ospek, HARAM hukumnya buat maba berkeliaran di daerah kampus. Mungkin takut kesannya ospek terlalu lama karena maba yang masih keliatan ada di dalamnya). Dan satu yang sama sekali gue gak nyangka yaitu, pas kita semua seangkatan keluar gerbang dan nyeberang menuju Supermarket itu rasanya kayak udah mau demo. Sampe-sampe kita kayak ngeblokir jalan dan buat jalanan macet total. Penjaga tiket depan Supermarket juga bingung, kenapa anak ospek pada kesini semua. Sampe akhirnya kita semua nanya ke temen angkatan laki-laki kita karena kita sama sekali belum izin buat ada dan ngumpul disini. Alhamdulillahnya di izinin sampe maghrib nanti.
Sampe di hari terakhir MOKA-KU, kita ngerasa semangat banget. Yaa termasuk gue sih, yang maksudnya pas malemnya tu bisa tidur dengan nyaman dan enak tanpa hambatan dari tugas-tugas ospek yang sangat RINGAN sekali :v
Duhh ngantuk ni gue -_- padahal baru jem segini. Hiraukan!
Hal yang paling membahagiakan yaitu saat  tim Evalitbang menyatakan bahwa kita seangkatan itu lulus semua. Hal yang paling mengharukan itu saat beres istirahat sholat Ashar, ternyata di meja kita masing-masing udah tergeletak tak berdaya jas almamater Universitas Pendidikan Indoensia yang berwarna abu –abu. Gak nyangka. Sekarang gue udah resmi menyandang gelar sebagai mahasiswi sungguhan. Kemarin-kemarin mungkin masih abal-abal, Cuma karena gue baru keterima dan daftar ulang di UPI. Gue inget kata-kata kakak tingkat gue pas nanya,
“Apa kalian mahasiswa?” terus kita jawab,
“Siap, benar.”
“Apa buktinya kalo kalian mahasiswa? Inget, kalian itu masih calon mahasiswa. Calon. Belum resmi. Karena kalian belum punya jas alamamater. Ciri seorang mahasiwa itu punya jaster, sedang kalian belum punya, itu artinya kalian masih belum jadi mahasiswa seutuhnya.”
Ngenes banget waktu di bilang gitu. Rasanya kek di tampar pas gue lagi bahagia-bahagianya karena gue udah memasuki ranah ospek, tapi ternyata salah. Yaudin. Berlalu. Hiraukan!
Dan sekarang gue, juga temen-temen seangkatan gue udah RESMI menyandang gelas sebagai Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Be grateful and proud to get those all. Alhamdulillah..
Hidup Mahasiswa!
Hidup Mahasiswa Indonesia!
Hidup Pendidikan Indonesia!

Allahu Akbar!







Kamis, 13 Agustus 2015

CURAHAN HATI-just myself- || ChocoCandy Ghiffa

Melihatmu, aku seperti mengenang untaian kisah di masa lalu.
Meski aku tahu bahwa, semua berjalan belum terlalu lama.
Hal-hal yang terjadi sangat banyak, namun yang muncul di otakku hanya sebaris cerita lama yang mulai pudar.
Aku mulai bertanya, apa benar aku mencintaimu?
Tak pantas kata itu melantun dengan damai.
Malu aku di buat alang kepalang saat aku mematut diri di depan cermin bahwa jilbabku kini sudah semakin menjuntai panjang..

Aku tak mendapat kabarmu seminggu.
Aku tak bersua denganmu berbulan-bulan.
Aku harap, rasa yang tak pantas datang akan segera sirna termakan waktu selagi belum ada kehalalan diantara kita..

Katamu, jangan pernah bohongi perasaan dan kekecewaan. Tapi aku keras kepala!
Bersikeras aku menjaga dan bohongi apa yang pernah hadir.
Sadarkah engkau, akhi?
Sulitnya aku untuk menghindari dan menahan semua.
Bahwa aku sama sekali tidak ingin terlihat lucu seperti mereka.
Aku berusaha untuk menjaga agar pakaianku segera kaffah.
Tapi mana azamku untuk mengkaffahkan agamaku?!
Menyadari akan itu, berarti aku belum menata hati agar aku bisa mencintai-Nya dengan utuh.

Saat kau bicara kalau kaulah yang akan menjadi imamku nanti.
Aku tetap sulit menerima, apalagi mencerna kata-katamu yang terlalu tinggi dan tak ingin terjatuh.
Cita-cita kita terlalu baik untuk dirubuhkan dengan kata nikah di usia sekarang.
Iman kita terlalu lemah untuk di cairkan dengan berkhalwat.
Pahala kita terlalu sedikit untuk di habiskan dengan dosa yang tak terasa.
Impian untuk menyegerakan kehalalan, memang tak salah.
Siapa yang menyalahkan? Tak ada.
Hanya akulah yang ingin mencoba untuk tetap fokus pada satu titik.
Jika aku sudah mencapai titik itu, bolehkan aku untuk berpindah pada titik-titik kehidupan yang lain?
Menyusun titik demi titik aku hidup di dunia untuk membangun kehidupanku yang indah di akhirat sana.

Aku tak pernah menyalahkanmu, akhi.
Karena kehadiranmu, semua hancur berantakan.
Ini hanya cobaan yang Allah berikan padaku.
Sekuat apa aku untuk mengatasinya?

Bukan sok suci aku membuat ini.
Sebagai akhwat yang baik, aku segera menyadarkan diri.
Sesholehah apa aku sampai berani berkata seperti ini? Bahkan sepersennya Fathimah radiallahu anh pun tidak.
Secerdas apa aku hingga aku bisa menaruh kalimat-kalimat ini? Sepersekiannya Aisyah radiallahu anh pun tidak.
Lalu apa yang pantas aku banggakan?
Keilmuanku hanya sedikit sekali, bahkan satu garam di lautan pun tidak.
Maka aku akan memintamu untuk membimbingku kelak, wahai akhi.

Banyak yang bingung dengan status kita.
Tak perlu ada status!
Dalam Islam rahmatan lil’aalamin memang sangat mengharamkan pacaran.
Berkedok kekasih tetapi berlaku sudah layaknya suami-isteri.
Sekali pun tidak, mereka rajin berkhalwat dan menumpuk dosa hingga mengundang nyalanya api neraka.
Kau jaga aku, maka aku akan menjagamu.
Menjaga agar tidak sama seperti mereka.

Saat melihat yang lain bergaul tanpa batas dengan lawan jenis,
terlebih mereka yang sama mengenakan pakaian taqwa.
Aku sedih melihatnya.
Apa aku harus seperti mereka?

Katamu, aku berbeda.
Sebagai yang beda, aku ingin membenarkan kata-katamu.
Aku ingin terlihat lebih nyata bahwa aku memang berbeda.

Aku..
Juga kau, akhi..
Meski berawal dari pertengkaran kita terpisah, bersualah kita dalam panjangnya do’a Rabithah.
Berdzikir dan memohon ampun saat Dia turun ke bumi-Nya di sepertiga malam terakhir.
Jika aku memang pantas untukmu, maka kejar dan gapailah keridhoan-Nya!
Namun jika Rabbku ingin yang lebih baik untukmu, maka jangan bersedih, akhi.
Izinkan aku menikah tanpa pacaran dan berkhalwat. Karena keduanya sungguh membunuh dan melululantakkan pikiran dan cintaku pada-Nya..


= Purwakarta, 10 Agustus 2015

Jumat, 29 Mei 2015

MINI PROYEK GHIFFA || Teens ChocoCandy

Semula berawal dari kebingungan seorang Ghiffa. Saat malam melanda, di dapatinya dua pilihan yang menurutnya sulit. Janji telah terikat antara dirinya dengan gurunya, iya, wali kelasnya, Bu Eva. Satu hal yang penting, mengapa ia harus pergi ke sekolah adalah, cap tiga jari yang harus ia lakukan untuk SKHU yang hari ini sudah bisa di ambil oleh murid kelas XII SMKN 2 Purwakarta, mungkin lebih tepatnya lagi oleh alumnus terbaru angkatan 2015. Dan satu lagi, hal yang sangat mengganjal di dadanya adalah kerinduannya terhadap seseorang yang mungkin telah merebut hatinya, yang membuat seluruh cowok buruk dan hanya seseorang itulah yang baik dan terbaik.
Pilihan telah Ghiffa tentukan. Setelah lama bercakap lewat pesan singkat, ia temukan jawabannya. Entah ini adalah pilihan yang salah, atau memang yang terbaik meski menurutku ini memang tak baik. Ghiffa memilih pilihan terakhir, yaitu bertemu si dia sang pujaan hati. Karena memang hampir sebulan Ghiffa tidak pergi bersama, atau sekadar bertemu karena sibuknya si dia yang sedang melaksanakan UAS di semester empatnya. Ya. Si dia adalah seorang mahasiswa dari jurusan Bimbingan Konseling di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Seringnya sibuk si dia dengan rapat dan organisasinya, membuat mereka jarang sekali bertemu. Tapi, itu semua tak membuat si dia lupa dengan Ghiffa. Si dia sama sekali tidak mengabaikan dan selalu memberi perhatian kepada Ghiffa, gadisnya.
Di pertemuan itu, memang tak singkat. Harus melalui banyak proses dengan izin main yang berbelit-belit kepada Ibu agar bisa keluar rumah dengan tenang. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa bersalah bahwa Ibu hanya tahu kalau Ghiffa berangkat keluar rumah untuk ke sekolah-seperti pilihan pertama dan kedua di atas-. Ghiffa tidak berani menjelaskan. Sama sekali tidak bisa.
Seharian mereka bersama. Di mulai jam 8:30 a.m mereka berangkat ke Bandung dengan melewati jalur Wanayasa, sampai sore jam 4.25 p.m Ghiffa harus pulang karena kewajibannya untuk menjemput sang adik yang pulang dari sekolahnya dari jam 3.40 p.m.
Di tengah basah kuyupnya mereka karena hujan, tak di sangka bahwa Ghiffa melihat KM kelasnya, Tita, sedang mengendarai motornya pula, tepat di sebelah kiri sepeda motor mereka. Karena takut ketahuan, Ghiffa hanya bisa menunduk seraya mengeluh dengan si dia tentang itu.
Kembali pada cerita awal bahwa kunjungan pertama adalah pom bensin. Yang kedua, mungkin wara-wiri di sekitar kota Bandung. Yang ketiga, mereka berhenti di pom bensin kota Bandung. Dan yang terakhir, yang sudah di rencanakan adalah berhenti di kebun teh sebelum Wanayasa. Oh, iya. Terselipkan diantaranya sebelum ke kebun teh, mereka berhenti di mini market terdekat karena derasnya hujan yang turun secara tiba-tiba.
#Ghiffa’sSide
Aku tak menyangka bahwa jadinya akan begini. Banyak waktu-waktu di perjalanan itu, tanpa di sengaja atau tidak, kau memegang tanganku dengan tangan kau yang dibalut sarung tangan hitam itu. Tang kiriku dan tangan kiri mu. Saat itu, aku rasa jantungku berhenti berdetak. Aku takut. Aku memang sedang mengantuk, tapi seketika itu menghilang. Itu pertama kalinya dalam hidup bahwa tanganku di genggam oleh laki-laki lain selain ayahku sendiri. Sebenarnya, tangan ini hanya untuk suamiku kelak. Tetapi, aku ingin, itu semua hanya kau.
Di perkebunan teh itu. Kita berjalan menyusuri jalan setapak tak berbatu di tengah-tengah banyaknya pohon teh(yaiyalah, namanya juga kebun teh-_-). Banyak hal aneh serta kelucuan yang kau buat membuatku ingin mencubit pipimu yang chubby. Saat kau berdiri dan tiba-tiba duduk, aku mengikutimu. Apa maksudmu dengan kata-kata, “jangan mematahkan semangatku”? Aku tak mengerti. Melihat air wajahmu yang seketika berubah menjadi masam, betapa aku ingin memelukmu dan berkata maaf atas apa yang sudah ku ucapkan. Dan untungnya tak terjadi. Lagi-lagi kau memegang tanganku. Tangan kiriku. Kali ini benar-benar tanpa sarung tangan atau apapun itu. Aku berusaha menyembunyikan merahnya wajahku di balik kaki kirimu dengan posisi berlututnya aku.
“Kamu wanita terindah kedua di hidupku,” terdengar seperti gombalan. Mungkin kalau dalam drama yang kadang ku tonton, itu so sweet. Aku tak menyangka bahwa aku akan merasakannya, dan itu semua denganmu. Aku teringat saat kau ingin melakukan sample untuk pelamaran, seperti dalam drama(lagi-lagi drama). Itu lucu. Ahh~ semuanya terlihat lucu dan mengesankan, serta menggemaskan.
Dengan itu, ayo menggenggam tangan bersama! Tapi jangan pernah meminta lebih sebelum semua halal dan menjadi pahala untukmu dan untukku. Karena aku rasa, itu semua sudah lebih dari cukup.
Inilah mini proyekku, kanjeng raja. Mana mini proyekmu?^^



== Rabu, 27 Mei 2015 = 10:35 p.m ==

Sabtu, 23 Mei 2015

SEBAGAI SEORANG MUSLIMAH

Aku harus membohongi perasaanku sendiri.
Kenapa? Apa itu sakit?
Meski dia yang selalu muncul pada otakku yang hampir pecah karena selalu teringat dirinya tau bahwa kami saling menyukai satu sama lain. Tapi rasanya, bodoh sekali kalau aku sampai bilang, “aku suka sama kamu”. Itu terlihat murahan buatku.
Banyak orang yang menganggap biasa saat seorang wanita mengungkapkan perasaannya pada sang lelaki. Lantas, aku apa? Aku hanya malu pada hijabku, identitasku sebagai muslimah(apalagi di kelas) yang harusnya menjadi contoh untuk yang lain bahwa pacaran dan khalwat itu dilarang! Aku sadar itu, ya Rabb.. hanya saja, mengapa aku tak bisa menahannya untuk tidak berkhalwat dengannya. Meski khalwatku ini hanya sebatas kirim pesan lewat SMS atau BBM. Jujur, aku merasa hina dan malu. Maafkan hamba-Mu, ya Rabbi.
Dulu, saat aku tak mengenal kata suka dan berbagi rasa. Sebelum aku mengenalnya. Aku cukup cuek dengan apa yang aku jalani. Aku tak pernah merasa iri ketika aku harus menonton drama atau film yang isinya tentang kisah cinta para remaja-yang memang kblinger-. Aku masih tetap bertahan dan bertahan. Berharap jodohku nanti bisa seorang yang sholeh. Benar-benar sholeh. Kaya hati. Kaya harta. Kaya keimanan. Kaya ketampanan. Kaya akan cinta dari keluarga-keluarganya. Aku masih ingin mendapatkan jalan ta’aruf untuk pernikahanku nanti. Tapi apa? Sekarang apa yang sedang aku lakukan?! Aku bersyukur dia bisa menyadari bahwa, sejak kedatangan dia di hidupku. Akhlakku sudah tak tahu dimana. Di satu sisi, aku merasa beruntung dan berterima kasih karena telah bertemu, juga kenal jauh tentangnya. Dia begitu baik. Sabar. Wajahnya manis. Walau memang tak jarang menyebalkan. Tapi aku suka. Aku merasa saling melengkapi ketika aku bersamanya. Tak ada yang salah saat aku lihat kenyataan bahwa dia memang benar-benar menjagaku. Dia tak berani untuk memegang tanganku saat kita bertemu. Apa yang salah? Tapi sayang. Garis Allah, juga ketetapannya tetap melarangku.
Aku tak pernah merasa menyedihkan. Pun tak pernah menyesal untuk terlahir sebagai seorang muslimah dan harus hidup sebagai wanita muslimah yang memegang teguh ajaran-Nya. Aku tidak merasa terpukul dengan hadirnya dia dan Dia. Aku sadar, aku belum bisa mencintai-Nya seperti cinta-Nya pada makhluk-Nya. Aku masih TERLALU mengagumi ciptaan-Nya.
Ya Allah.. maafkan aku.
Yakinlah.. bahwa akan ada jalan di setiap perjalanan. Bahwa akan ada pelangi yang membentang saat masa itu telah pergi. Dan bahwa, akan ada penyelesaian dari keadaan yang sedang ku hadapi.
Aku mencintainya. Mungkin akan selamanya tetap begitu. Aku harap, tulisan di kertas itu bukanlah hanya tulisan biasa. Kata-kata di tiap lembaran-lembaran itu bukanlah kata-kata biasa. Karena, mereka semualah yang kini membuatku hidup. Meski ada radar kebimbangan antara gelar “muslimah”ku dan dia. Jangan pernah kecewakan. Kalimatku memang sedikit berlebihan. Tapi aku yakin untuk di dekatkan kembali ketika “satu cara” itu aku lontarkan dan kau mengiyakan, lalu kita jalani. Di persatukan dalam cinta-Nya.

Ya Rabb.. bimbing kami meski semua itu tersisa 5 tahun lagi

ini foto kita, kawan^^